Jumat, 17 Februari 2012

Polri Catat FPI Sudah 34 Kali Terlibat Aksi Anarki

Ilustrasi (Foto: Runi S/okezone)
Ilustrasi (Foto: Runi S/okezone)
JAKARTA - Berdasarkan catatan Mabes Polri pada 2010 dan 2012, Front Pembela Islam (FPI) telah melakukan tindakan anarki sebanyak 34 kali. Pada 2010, ormas pimpinan Habib Rizieq itu telah melakukan tindakan anrkis sebanyak 29 kasus dan sedangkan lima kasus terjadi di tahun 2011.
 
"Pada 2011 ini dilakukan di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan," cetus Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/2/2012).
 
Saud memaparkan, secara keseluruhan aksi anarki yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) pada 2010 terjadi sebanyak 51 kasus dan 2011 sebanyak 20 kasus. Menurutnya dari banyaknya kasus anarki yang dilakukan oleh ormas tersebut Polri hanya memproses tindakan pidana yang terjadi, namun untuk pembubaran atau pembekuan di serahkan kepada Kementerian Dalam Negeri.
 
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 wewenang pembekuan maupun pembubaran organisasi kemasyarakatan berada di tangan Menteri Dalam Negeri.
 
Dari UU 8/85 tersebut, Saud menegaskan suatu ormas bisa dibekukan atau dibubarkan bila ormas tersebut menganggu keamanan dan ketertiban umum, menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan pemerintah, dan menerima bantuan asing dari organisasi terlarang.
 
Sementara itu kriteria pembekuan dan pembubaran dijabarkan lebih lanjut dalam PP 18 tahun 1986, ormas dapat dibubarkan apabila menyebarluaskan permusuhan berbasis SARA, memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa, menghambat pembangunan, dan menganggu stabilitas nasional.
 
Ketentuan pembubaran ormas dalam UU dan PP tersebut juga menunjukkan proses yang tidak sebentar seperti adanya surat peringatan sebanyak dua kali sebelum pembekuan kepengurusan, dan Mendagri sebelum membubarkan ormas harus meminta pendapat hukum dari Ketua Mahkamah Agung.
 
"Untuk tingkat daerah setelah Kepala Daerah mendapat pertimbangan dari instansi terkait di daerah harus meminta pendapat Mendagri dahulu untuk membubarkan ormas," lanjutnya.
 
Peran polisi diakuinya adalah mendorong dan memfasilitasi pemda dan pemerintahan pusat untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap ormas. Selain itu terhadap ormas dirinya mengimbau agar ormas berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
 
"Kalau stabilitas kan menganggu semua orang, ini kan tidak semua orang. Tapi kalau ada pidana kita proses. Tergantung Kemendagri selanjutnya menurut mereka bagaimana apakah dibekukan atau dibubatkan, kami tidak bisa karena amanah UU itu Kemendagri," tandasnya.

(okezone)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar