Rabu, 15 Januari 2014

Hebat.... Di Malang, Bayar Dokter Bisa Pakai Sampah.

Setiap akhir pekan puluhan warga datang ke sejumlah klinik di kota Malang dengan membawa sampah antara lain berupa botol plastik, kardus dan kertas. Sampah-sampah yang dapat didaur ulang - yang mereka kumpulkan dari rumah sendiri dan lingkungan di sekitar - mereka bawa dan ditukarkan dengan kartu berobat melalui program Klinik Asuransi Sampah, yang digagas dr. Gamal Albinsaid.
Ide kreatif Gamal Albinsaid mendirikan asuransi sampah mengundang decak kagum dunia. Kreasinya itu menempati urutan teratas di ajang finalis dunia Unilever Sustainable Living Young Entrepreneurs Awards 2013.

 
foto : nationalgeographic
 
 
Pada 30 Januari 2014 ini, dokter  berusia 24 tahun ini diundang ke London, Inggris, untuk jamuan makan dengan pewaris tahta kerajaan Inggris, Pangeran Charles.

"Warga cukup menyerahkan sampahnya kepada Klinik Asuransi Sampah dan mereka bisa menikmati berbagai fasilitas pelayanan kesehatan primer," kata Gamal. "Sampah yang mereka bawa dapat berupa sampah kering apa saja yang dapat didaur ulang."

Dengan sampah ini, pasian yang kebanyakan warga miskin, mendapat pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dokter, gula darah sampai obat.

Konsepnya sama seperti asuransi pada umumnya, di mana nasabah membayarkan premi tiap bulan. Tapi nilai preminya terbilang murah, dan tidak perlu mengeluarkan uang. "Cukup dengan sampah," kata dia.
 
 
Jenis sampahnya, imbuh Gamal, bisa organik, bisa juga anorganik. Yang pasti, nilai sampah harus Rp 10 ribu per bulannya. Gamal dan kawan-kawan bekerjasama dengan Bank Sampah Malang (BSM) untuk menilai berapa harga sampah yang disetor nasabah. Sampah-sampah itu punya nilai jual karena bisa diolah menjadi pupuk untuk yang organik. Sedangkan yang anorganik ditawarkan ke pengepul.

Dengan membayar premi bulanan, masyarakat bisa menikmati pelayanan kesehatan yang dipusatkan di sejumlah klinik. "Tidak hanya untuk pengobatan, tapi juga untuk program peningkatan kualitas kesehatan dengan penyuluhan dan konsultasi gizi, pencegahan, dan rehabilitatif," kata dia.

Gamal sendiri menyikapi keberhasilannya di Unilever Sustainable Living Young Entrepreneurs Awards 2013 dalam dua sisi. "Satu sisi, saya menganggap penghargaan adalah sampah-sampah dunia. Penghargaan bisa membuat kita terlena," kata peraih penghargaan Anugerah Karya Inspiratif 2011 dari Kementerian Riset dan Teknologi, Ashoka Young Change Maker 2012 AusAID Indonesian Social Innovator Award 2013, Promising Social Award 2013, People Choice Award 2013, dan belasan penghargaan lain ini.

Tapi di sisi lain, bagaimana pun, penghargaan memberikan sebuah kebanggaan, dan bisa menjadi pelecut semangat untuk meraih hasil yang lebih baik di masa mendatang. Toh, kata-kata sampah yang diucapkannya barusan juga mengandung arti lain. Sebab, dia masuk tujuh besar juga berkat sampah.

Aktivitas  rutin Gamal Albinsaid terbilang superpadat. Selain sebagai dokter muda yang tengah jadi asisten dokter di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA), dia juga sedang kuliah S2 Biomedik Universitas Brawijaya (UB). Tak hanya itu, dia juga menjabat sebagai chief executive Indonesia Medika, klinik kesehatan yang dia dirikan sejak 2010.

Organisasi Indonesia Medika ini mulai dibentuk tahun 2010. Namun sempat terhenti setelah berjalan baru enam bulan. Sejak Maret 2013, Klinik Asuransi Sampah ini mulai diaktifkan lagi dengan sasaran utama keluarga kurang mampu.  Ada lima klinik yang menerapkan sistem ini.
 
 
Setelah dibangkitkan lagi, klinik asuransi sampah kita punya lebih dari 300 nasabah. Nah, di Indonesia Medika, Gamal tidak sendiri. Sejauh ini, ada 47 anak muda dari seluruh Indonesia yang bergabung dengan Indonesia Medika. Dari jumlah total tersebut, 17 di antaranya berstatus tenaga tetap. Mereka ini mendapatkan bayaran dari Indonesia Medika. "Sistemnya bagi hasil," kata anak ketiga dari empat bersaudara, putra pasangan Saleh Arofan Albinsaid dan Eliza Abdat ini.

Sedangkan sisanya berstatus volunteer alias sukarelawan. Anak-anak muda yang tergabung dalam Indonesia Medika, berasal dari berbagai disiplin ilmu. Tidak hanya di bidang kedokteran atau kesehatan, tapi juga TI (teknik informatika), hukum, hingga ekonomi.

Lantas, dari mana Indonesia Medika mendapatkan dana untuk operasionalnya? "Kita banyak didukung perusahaan, organisasi internasional," kata dia. Sebut saja, nama-nama seperti AusAID (the Australian Agency for International Development), Ashoka, Socentix, hingga LGT Venture Philanthropy. Di samping itu, Indonesia Medika juga membuat cara-cara kreatif seperti penjualan merchandise untuk menambah kas mereka.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar