Senin, 13 Agustus 2012

Perayaan 17 Agustus yang Kian Melempem

Sebentar lagi 17 Agustus, hari kemerdekaan negara kita, Indonesia. Enggak tau ini hanya saya saja yang merasakan atau orang-orang lain juga merasakan hal yang sama, yaitu semakin kesini perayaan 17 Agustus bukannya semakin meriah, tetapi justru semakin melempem. Ini yang saya lihat sendiri di lingkungan tempat tinggal saya di Bandung. Dulu, saya ingat sekali perayaan 17 Agustus selalu semarak. Ada karnval lomba baju-baju adat yang mayoritas diikuti oleh anak-anak, penampilan-penampilan tarian atau nyanyian-nyanyian khas Indonesia, dan pastinya beraneka macam perlombaan yang hadiahnya menggiurkan (bagi saya yang dulu masih kecil).

Tahun lalu, bahkan sudah tidak ada perayaan apa-apa. Lapangan yang dulu ramai sekali didatangi oleh dari anak-anak kecil sampai orang dewasa, baik yang mau ikutan lomba poco-poco (biasanya ibu-ibu), panjat pinang (bapak-bapak dan lelaki muda perkasa), anak-anak ikutan lomba makan kerupuk, bakiak, kelereng, dan sebagainya, atau juga hanya sekadar menonton sambil melipir ke acara bazar makanan-makanan yang menyajikan jajanan pasar dan makanan khas Indonesia, tahun lalu sepi. Dulu, semangat kemerdekaannya begitu terasa, dan saya selalu bersemangat menyambut hari 17 Agustus. Paling asyik, kalau acara 17 Agustusan di sekolah. Mengikuti berbagai macam lomba mewakili kelas masing-masing, dan semangat kebersamaannya teras sekali. Mengikuti upacara lalu mendengarkan lagu mengheningkan cipta, merinding dan begitu khidmat. Sekarang, atau lebih tepatnya setelah saya kuliah, spirit kemerdekaan yang dulu saya rasakan semakin memudar, seiring dengan tidak ada  lagi upacara bendera yang saya ikuti, ataupun perlombaan-perlombaan yang walaupun tradisional tetapi justru berkesan sekali. Bahkan rasanya saya sudah lama sekali tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya yakin ini bukan hanya terjadi pada saya saja, tapi juga yang lainnya. Iya kan? Dan saya sekarang sedang merindukan saat-saat itu.

Tahun ini, mungkin perayaan 17 Agustus akan semakin melempem dari sebelumnya, karena orang-orangnya lagi pada mudik lebaran. Orang-orang bakalan sibuk menunggu di terminal, stasiun, macet-macetan di jalan, boro-boro mau merayakan 17 Agustus. Sedih ya. Walaupun mungkin akan tetap ada di beberapa tempat yang merayakan 17 Agustus, tetapi tidak akan seramai biasanya. Melempemnya perayaan 17 Agustus, saya sendiri enggak tau pasti alasannya kenapa. Mungkin orang-orang merasa daripada keluar uang banyak-banyak untuk mengadakan acara 17-an, mending uangnya disimpan untuk membeli kebutuhan-kebutuhan pokok yang serba mahal. Atau mungkin, ada yang berpikiran tidak perlu lagi merayakan 17-an karena nyatanya kita belum merdeka sepenuhnya. Bagi sebagian orang, Merdeka hanya untuk kaum kapitalis, hedonis, pebisnis, dan orang-orang mampu lainnya. Mungkin itu juga yang membuat perayaan 17-an semakin kesini semakin sepi.

Saya kemudian berpikir, apakah 10 tahun kemudian perayaan 17-an masih ada? Masih adakah yang bersemangat menyambut hari yang sakral bagi negara kita? Masih ada enggak ya yang peduli? Ya mungkin upacara bendera di istana negara akan tetap terus ditayangkan. Tapi, behind the scene dari itu semua gimana? Maksudnya, apakah rakyatnya juga merasakan suka cita menyambut kemerdekaan? Ya, mungkin 10 tahun lagi kondisinya sudah berubah. Mudah-mudahan berubah ke arah yang positif dimana masyarakatnya bisa merasakan arti kemerdekaan yang sebenarnya. Oh ya. Tiba-tiba saya terpikir, apakah saat orang-orang mudik nanti, walaupun sedang berada di terminal, di stasiun, di airport, ketika tepat jam 10 tanggal 17 Agustus nanti akan berdiri dari tempat duduk, atau berhenti sejenak dari beraktivitas untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya enggak ya? Seperti yang penduduk negara-negara lain lakukan dimana masyarakatnya sangat menghargai dan mencintai negaranya. Ah, kalau itu terjadi, mengharukan sekali ya.

Ah, 17 Agustus. Saya rindu 17 Agustus ku yang dulu. Menari, mengikuti lomba ini itu, upacara, menyanyi lagu kebangsaan, dan menundukkan kepala mengenang jasa pahlawan. Selamat 17 Agustus ya Indonesiaku. Semoga kata-kata "kita tetap setia, tetap sedia, mempertahankan Indonesia… kita tetap setia, tetap sedia membela negara kita…" tertanam dengan baik di hati para pemimpin bangsa untuk Indonesia yang lebih baik dan juga tertanam di hati setiap masyarakatnya.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar